Home » » Cerita Bocah Sakti Di Surabaya Ke Mekkah Dengan Karpet Terbang

Cerita Bocah Sakti Di Surabaya Ke Mekkah Dengan Karpet Terbang

http://dailytorn.blogspot.com/
Ilustrasi

Banyak orang percaya kesaktian seseorang diperoleh dengan cara belajar dan garis keturunan. Arif (16), warga Taman, Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, sejak kecil dikenal warga sekitar sebagai bocah ajaib.

Warga percaya Arif memiliki kesaktian sejak lahir ke dunia. Konon kesaktian Arif diperoleh karena sang ayah, Ismail, saat Arif masih berada di kandungan ibunya, kerap puasa mutih (tak makan nasi) dan membaca doa selama 40 hari sepanjang siang dan malam.

Tak hanya itu, warga juga percaya Arif dihampiri cahaya dari langit saat baru dilahirkan. "Itupun yang diceritakan orang-orang, saya sendiri tidak tahu," kata ayah Arif yang biasa disapa Mail, Minggu (17/2).

Menurut Mail, di dalam rumah yang ditempati keluarganya terdapat makam Joko Sambang dan burung Gagak yang pandai bicara. Burung Gagak itu diperolehnya dari seseorang yang tiba-tiba memberikannya dengan mahar Rp 100.000. Sementara, makam Joko Sambang kerap didatangi orang yang mencari wangsit.

Konon, ari-ari Joko Sambang hanyut di sungai depan rumahnya lalu dikubur di atas tanah yang kemudian berdiri rumah Mail. Menurutnya, sosok gaib Joko Sambang kerap datang setelah Mail membangun rumah di atas makamnya. Sosok gaib tersebut meminta Mail mencari batu yang hanyut bersama ari-ari Joko Sambang.

Batu itu kemudian berhasil ditemukan Mail di dekat jembatan di dekat rumahnya. Menurutnya, sosok gaib Joko Sambang kerap bersemayam di dalam tubuh Arif yang kini sudah menjadi seorang remaja.

Mail mengaku anaknya itu kerap diajak jalan-jalan ke Makkah oleh sosok gaib Joko Sambang saat Arif berusia tiga tahun. Ajaibnya, Arif dibawa dengan mengendarai karpet terbang, layaknya cerita di film Aladin.

"Saya sering diajak ke Makkah naik karpet terbang. Waktu berada di atas, kata bapak (Joko Sambang) itu Kabah, ada batu hitam besar (Hajar Aswat) di atasnya. Saya juga diajak ke gua besar (terowongan Mina) dengan karpet terbang. Sekarang karpet terbangnya rusak, ganti pakai kapal kalau mau ke mana-mana," cerita Arif.

Arif kerap menceritakan peristiwa yang dialaminya itu kepada banyak orang. Namun, mereka mengaku bingung soal kebenaran ucapan Arif itu.

"Kalau cuma menipu, ya masak anak kecil yang usianya waktu itu masih tiga tahun menipu. Anak kecil kan biasanya cerita apa adanya tentang apa yang dilihat. Lagian dia juga bisa menceritakan detai soal Kabah, soal orang melempar jumroh, dan suasana di beberapa tempat di Makkah, yang orang tua sendiri mungkin juga tidak tahu kalau belum pernah haji," kata salah seorang tetangga Arif, Eko.

Mail mengatakan, Arif telah putus sekolah sejak berusia 13 tahun karena tak pernah naik kelas. Saat berhenti sekolah, Arif duduk di kelas tiga SD. Saat itu dia tak bisa membaca. Kini Arif tengah mengikuti program kejar paket A.

"Bagaimana mau bisa baca, wong tiap hari diajak ngobrol sama orang (makhluk gaib). Ya saya nggak pernah merperhatikan pelajaran," katanya.

Meski dipercaya sakti, Arif saat kecil lebih senang bermain ketimbang membantu mengobati orang. Namun demikian, Mail menceritakan, Arif kerap membantunya mengobati pasien yang tak kunjung sembuh.

Jika Arif tak mampu mengobati penyakit aneh pasiennya, Arief biasanya kalah dalam pertarungan dengan makhluk gaib. Setelah itu, Arif selalu tidur di pinggir sungai yang ada di depan rumahnya.

"Saat bertarung di alam gaib, Arif pasti tidur berselimut kain hitam," kata Mail.

"Yang lucu kalau tarung sama pekong (hantu bermata sipit), serangannya kayak perang tembak-tembakan," kata Arif menimpali cerita sang ayah.

Tiap kali berhasil mengobati penyakit seseorang, Arif selalu mencari jimat di jalanan. Namun, hal itu dilakukan dengan bantuan makhluk gaib.

"Nggak mesti apa yang dikasihkan. Kadang kerikil, kadang ranting, pokoknya apa yang ditemukan dikasihkan. Sebelum dikasihkan Arif membungkusnya dengan kain hitam," kata Mail.

Menurutnya, pasien Arif tak hanya berasal dari kalangan biasa, Arif juga kerap menerima pasien dari kalangan akademisi.

Sumber: Merdeka.com