Keaslian kain kafan Turin atau Shroud of Turin menjadi perdebatan selama berabad-abad. Investigasi ilmiah yang melibatkan uji karbon pada 1988 yang menyatakan kain itu dibuat antara tahun 1260 sampai 1390 -- makin memanaskan kontroversi. Benarkah kain itu pernah membungkus jasad Yesus atau hanya tipuan belaka?
Baru-baru ini sebuah studi terbaru mengklaim, emisi neutron dari gempa bumi kuno yang pernah mengguncang Yerusalem bisa jadi memicu munculnya gambaran ikonik itu, sekaligus mengacaukan level radiokarbon yang menimbulkan dugaan kain itu bisa jadi adalah penipuan dari Abad Pertengahan.
Dengan kata lain, hasil penelitian terbaru membuka peluang bagi teori yang menyebut bahwa kain kafan Turin pernah menutupi tubuh Yesus setelah penyaliban pada tahun 33 Masehi.
Kain istimewa tersebut mengandung citra samar dari darah yang mengering. Menunjukkan gambaran pria tinggi berambut panjang, berjenggot. Darah tercetak jelas terutama di bagian pergelangan tangan dan pergelangan kaki -- sesuai dengan posisi Yesus ketika dipaku dan lalu disalib.
Meskipun Gereja Katolik tidak memiliki posisi resmi terkait kain itu, relik tersebut dikunjungi oleh puluhan ribu jemaat di Katedral Turin di Italia setiap tahunnya.
Karbon dan Gempa
Tes penanggalan radiokarbon (radiocarbon dating) yang dilakukan di 3 laboratorium terpisah pada tahun 1980-an mengindikasikan usia kain tersebut kurang dari 800 tahun, dari masa Abad Pertengahan, antara 1260-1390 Masehi.
Hasil pengujian dipublikasikan secara lengkap dalam jurnal ilmiah, Nature pada 1989. Catatan pertama kain tersebut kali pertama memang muncul di sumber-sumber dari Abad Pertengahan di sekitar tahun tersebut. Mereka yang skeptis pun yakin keterkaitan itu bukan kebetulan.
Sebaliknya, mereka yang yakin kain Turin berasal dari masa yang lebih lawas menuduh para peneliti mengambil sampel kain yang digunakan untuk menambal kain kafan dari periode Abad Pertengahan. Atau bahwa kain telah terbakar, terpapar pencemaran, juga rusak -- yang mempengaruhi hasil uji radiokarbon.
Sementara, teori baru menyajikan teori terkait pada neutron yang dirilis oleh gempa bumi dahsyat yang melanda Kota Lama Yerusalem, sekitar waktu yang sama dengan wafatnya Yesus.
Dalam ilmu pengetahuan disebut, semua makhluk hidup memiliki rasio karbon yang stabil untuk radioaktif karbon-14.
Namun, setelah mati, karbon radioaktif meluruh dalam pola yang telah diprediksi dari waktu ke waktu. Itu mengapa para ilmuwan berkonsentrasi pada karbon-14 dalam bahan organik seperti kain, tulang, dan kayu untuk mengestimasi usia.
Karbon-14 biasanya dibuat ketika neutron dari sinar kosmik bertabrakan dengan atom nitrogen di atmosfer -- meski juga bisa dilepas dari reaksi nuklir buatan manusia.
Kelompok ilmuwan yang dipimpin Alberto Carpinteri dari Politecnico di Torino, Italia menduga, gelombang tekanan berfrekuensi tinggi yang muncul dari kerak bumi selama gempa bisa menghasilkan emisi neutron yang signifikan. Mereka juga melakukan simulasi dengan menghancurkan contoh batuan yang sangat rapuh di bawah mesin pres.
Emisi neutron seperti itu bisa berinteraksi langsung dengan atom nitrogen dalam serat kain, merangsang reaksi kimia yang menciptakan citra wajah pada kain kafan.
Demikian ujar para ilmuwan. "Reaksi tersebut juga bisa mengarahkan pada penanggalan radiokarbon yang salah. Yang mungkin menjelaskan hasil uji karbon pada 1989," demikian pernyataan Carpinteri, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Rabu (12/2/2014). Giulio Fanti, dosen teknik dari Padua University, tahun lalu mempublikasikan buku berjudul "Il Mistero della Sindone" -- Misteri Kain Kafan Turin. Dalam tulisannya, ia mengajukan argumen berdasarkan analisisnya bahwa kain kafan tersebut berasal dari era kehidupan Yesus.
Dalam surat elektroniknya, Fanti mengaku tak yakin soal apakah emisi neutron adalah satu-satunya sumber yang mungkin bertanggung jawab untuk menciptakan citra tubuh.
Meragukan
Meski secara teoritis adalah mungkin neutron yang dihasilkan gempa menyebabkan reaksi seperti itu, ahli geokimia lingkungan dari University of Glasgow, Gordon Cook menjelaskan, studi terbaru tidak membahas mengapa efek seperti itu belum pernah tercatat dalam catatan arkeologi. Belum pernah ada.
"Mungkin itu akibat efek lokal yang tak terukur di tempat lain," kata Cook. "Orang-orang telah mengukur material dari masa itu selama beberapa dekade, tapi tak seorang pun pernah menemukan yang seperti itu." Sementara Direktur Oxford Radiocarbon Accelerator Unit Christopher Ramsey punya pandangan serupa.
"Salah satu hal yang perlu dijawab adalah, mengapa material itu (kain kafan) terdampak, sementara bahan arkeologis dan geologi lain di lokasi yang sama tak terdampak," kata Ramsey. Jadi, benar atau tidak bahwa kain kafan Turin adalah kain kafan Yesus? Penelitian terbaru tak menyediakan jawaban memuaskan soal itu. Gordon Cook mengatakan, itu soal iman. "Percaya tak percaya, itu tergantung Anda," kata dia.
0 komentar:
Post a Comment