Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah melemparkan
wacana tentang rencana pemerintah DKI menggaji para pemulung. Setelah
muncul beberapa tanggapan, Basuki akhirnya menyampaikan alasan
menjadikan pemulung sebagai honorer Pemprov DKI.
Kalau tidak terukur ya kami pekerjakan saja 2.000 orang pemulung. Paling kami bayar setahun Rp 48 miliar
-- Basuki T Purnama
"Sebagian
(penganan sampah) masih tetap di swasta, tapi untuk penjagaan
kebersihan itu kami ingin swakelola juga," kata Basuki di Kantor
Kelurahan Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat, Sabtu (22/12/2012).
Dia
menjelaskan, selama ini pemerintah lebih mengandalkan pihak swasta
dalam pengangkutan sampah. Sistemnya diatur berdasarkan jatah volume
sampah yang diangkut. Dengan ukuran tersebut, pemerintah membayarkan
anggaran sampah sesuai besarnya volume.
"Kalau volume sampahnya
sudah cukup, meskipun ini (sampah) berantakan di akhir tahun, mereka
biarkan saja," kata Ahok, sapaan Basuki.
Menurut Ahok, pemerintah
dalam posisi dilematis untuk menetapkan kebijakan anggaran sampah.
Seharusnya, pekerjaan tersebut beserta kontrak-kontraknya diatur
berdasarkan kinerja. Namun, masalah yang muncul adalah, tidak akan ada
satu pun kontraktor swasta yang akan terlibat jika hitungannya tidak
didasarkan pada ukuran pasti, yakni volume sampah.
"Kami
(masyarakat) tahunya ya sungai ini, ruas jalan ini harus bersih dari
sampah. Kami tidak bicara berapa volume sampah yang harus diangkut.
Tapi, kalau seperti itu, tidak ada swasta yang mau kerjakan volume tak
terukur," ujar Basuki mengutarakan persoalannya.
Untuk membereskan
sampah-sampah di sungai dan permukiman yang tetap menumpuk setelah
kontraktor hanya mengangkut sesuai jatah volumenya, dibutuhkan kehadiran
tenaga kerja tambahan. Pekerjaan itulah yang akan memanfaatkan jasa
pemulung.
"Kalau tidak terukur ya kami pekerjakan saja 2.000 orang (pemulung). Paling kami bayar setahun Rp 48 miliar," kata Basuki.
Disebutkan
Basuki, anggaran untuk membayar pihak swasta untuk pembersihan sampah
sebesar Rp 90 miliar. Jumlah ini belum termasuk biaya sewa alat sebesar
Rp 135 miliar. Jumlah tersebut terhitung tidak efisien mengingat
persoalan sampah tetap menjadi masalah Ibu Kota.
"Kami taruh saja 2.000 orang, kami bayar sebagai honor dan kami beli 20 alat (angkut sampah), jauh lebih efisien," kata Basuki.