loris (Nycticebus sp.) |
Peneliti dari University of Missouri baru-baru ini mengidentifikasi tiga
spesies loris (Nycticebus sp.). Hewan primata berbisa ini juga
dikhawatirkan mengalami kepunahan.
Dilansir Scienceagogo, Jumat (14/12/2012), peneliti mengatakan, terdapat kesalahan dalam klasifikasi tiga spesies baru ini sebelumnya, yang dimasukan ke dalam spesies hewan lainnya. Menurut Rachel Munds yang memimpin penelitian mengungkapkan, hewan ini dibagi ke dalam empat kelas yang berbeda.
Dengan membaginya ke dalam empat kelas yang berbeda, maka risiko kepunahan loris semakin terlihat ketimbang perkiraan sebelumnya. "Empat spesies terpisah lebih sulit untuk melindungi dari satu spesies," ujar Rachel.
Ia mengatakan, setiap spesies perlu untuk mempertahankan jumlah populasi dan memiliki habitat hutan yang cukup. "Sayangnya, disamping hilangnya habitat mereka (akibat penebangan pohon di hutan), ada permintaan pasar gelap yang menginginkan hewan tersebut," jelasnya.
Para oknum pedagang gelap ini, menurutnya, menjual loris sebagai hewan peliharaan digunakan sebagai alat peraga untuk foto wisata atau hewan ini dijadikan sebagai bahan obat-obatan tradisional Asia.
Peneliti Anna Nekaris menambahkan, hewan ini memerlukan habitat asli untuk seperti pohon dengan cabang-cabang. Namun, pemilik hewan ini jarang yang menyediakan tempat hidup yang persis seperti di habitat asli mereka.
"Bahkan di kebun binatang, mereka mengalami kesultian dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka untuk memakan serangga tertentu, getah pohon dan madu (nektar). Selain itu, hampir semua primata dalam perdagangan hewan diambil dari alam liar," terangnya.
Bahkan, gigi berbisa yang dimiliki loris dihilangkan. Banyak dari hewan ini yang mati dalam kondisi kotor di pasar hewan peliharaan. Tidak hanya itu, ketika hewan ini sampai di rumah majikannya, kurangnya kebutuhan gizi dan habitat akan mempengaruhi kelangsungan hidup hewan nokturnal (aktif di malam hari) tersebut.
Dilansir Scienceagogo, Jumat (14/12/2012), peneliti mengatakan, terdapat kesalahan dalam klasifikasi tiga spesies baru ini sebelumnya, yang dimasukan ke dalam spesies hewan lainnya. Menurut Rachel Munds yang memimpin penelitian mengungkapkan, hewan ini dibagi ke dalam empat kelas yang berbeda.
Dengan membaginya ke dalam empat kelas yang berbeda, maka risiko kepunahan loris semakin terlihat ketimbang perkiraan sebelumnya. "Empat spesies terpisah lebih sulit untuk melindungi dari satu spesies," ujar Rachel.
Ia mengatakan, setiap spesies perlu untuk mempertahankan jumlah populasi dan memiliki habitat hutan yang cukup. "Sayangnya, disamping hilangnya habitat mereka (akibat penebangan pohon di hutan), ada permintaan pasar gelap yang menginginkan hewan tersebut," jelasnya.
Para oknum pedagang gelap ini, menurutnya, menjual loris sebagai hewan peliharaan digunakan sebagai alat peraga untuk foto wisata atau hewan ini dijadikan sebagai bahan obat-obatan tradisional Asia.
Peneliti Anna Nekaris menambahkan, hewan ini memerlukan habitat asli untuk seperti pohon dengan cabang-cabang. Namun, pemilik hewan ini jarang yang menyediakan tempat hidup yang persis seperti di habitat asli mereka.
"Bahkan di kebun binatang, mereka mengalami kesultian dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka untuk memakan serangga tertentu, getah pohon dan madu (nektar). Selain itu, hampir semua primata dalam perdagangan hewan diambil dari alam liar," terangnya.
Bahkan, gigi berbisa yang dimiliki loris dihilangkan. Banyak dari hewan ini yang mati dalam kondisi kotor di pasar hewan peliharaan. Tidak hanya itu, ketika hewan ini sampai di rumah majikannya, kurangnya kebutuhan gizi dan habitat akan mempengaruhi kelangsungan hidup hewan nokturnal (aktif di malam hari) tersebut.