Makam pangeran suku Maya ditemukan di kota tua Uxul, Meksiko. |
Jatuh bangunnya peradaban Maya dipengaruhi oleh perubahan iklim. Ilmuwan
menyimpulkannya berdasarkan hasil studi iklim dalam kurun waktu 2000
tahun terakhir.
Ilmuwan melakukan penelitian dengan melihat penampang lintang stalagtit di sebuah gua dekat kota Uxbenka, kini selatan Belize. Mereka memperkirakan umur sampel dengan penanggalan thorium-uranium kemudian mengukur isotop oksigen yang sensitif terhadap curah hujan untuk mengetahui pola iklim.
Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Science mengungkap bahwa masa awal peradaban Maya, sekitar tahun 450 - 660, iklim cenderung basah.
Douglas Kennet, arkeolog dari Pennsylvania State University yang memimpin studi, mengatakan, "Ada perkembangan signifikan populasi, peningkatan pada pertanian dan munculnya raja-raja hebat yang menjadi pemimpin."
Namun, pada masa selanjutnya, terjadi perubahan iklim menjadi kering. Ilmuwan membandingkan pola iklim dengan "indeks perang", data terjadinya peperangan yang terekam dalam prasasti dan monumen batu. Hasilnya, perubahan iklim memiliki korelasi kuat dengan peperangan.
"Sekitar tahun 660, ada indikasi tekanan sosial yang muncul bersamaan dengan periode kekeringan," kata Kennet seperti dikutip New York Times, Kamis (8/11/2012).
Kota-kota di Maya saling berhubungan namun memiliki struktur politik sendiri. Ketika sumber daya terbatas akibat kekeringan, satu kelompok dengan yang lain saling bersaing. Selama beberapa ratus tahun, Maya menjadi tak stabil secara sosial. Kota-kota di Maya runtuh antara tahun 800 - 900.
Ilmuwan melakukan penelitian dengan melihat penampang lintang stalagtit di sebuah gua dekat kota Uxbenka, kini selatan Belize. Mereka memperkirakan umur sampel dengan penanggalan thorium-uranium kemudian mengukur isotop oksigen yang sensitif terhadap curah hujan untuk mengetahui pola iklim.
Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Science mengungkap bahwa masa awal peradaban Maya, sekitar tahun 450 - 660, iklim cenderung basah.
Douglas Kennet, arkeolog dari Pennsylvania State University yang memimpin studi, mengatakan, "Ada perkembangan signifikan populasi, peningkatan pada pertanian dan munculnya raja-raja hebat yang menjadi pemimpin."
Namun, pada masa selanjutnya, terjadi perubahan iklim menjadi kering. Ilmuwan membandingkan pola iklim dengan "indeks perang", data terjadinya peperangan yang terekam dalam prasasti dan monumen batu. Hasilnya, perubahan iklim memiliki korelasi kuat dengan peperangan.
"Sekitar tahun 660, ada indikasi tekanan sosial yang muncul bersamaan dengan periode kekeringan," kata Kennet seperti dikutip New York Times, Kamis (8/11/2012).
Kota-kota di Maya saling berhubungan namun memiliki struktur politik sendiri. Ketika sumber daya terbatas akibat kekeringan, satu kelompok dengan yang lain saling bersaing. Selama beberapa ratus tahun, Maya menjadi tak stabil secara sosial. Kota-kota di Maya runtuh antara tahun 800 - 900.