Perkembangan bioteknologi akuakultur atau budidaya perairan di China
sudah berlangsung sejak dekade 50an. Indonesia bisa mengadopsi dari
ilmuwan China yang kemudian meringkas pengalaman akuakulturnya menjadi 8
kata.
"Yaitu, air, benih, pakan, kepadatan, polikultur, rotasi, penyakit dan manajemen." Demikian disampaikan pakar perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Enang Haris, dalam Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur IV di Bogor, Jawa Barat, Kamis 17 Oktober 2012.
Menurut mantan Dekan Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan IPB itu, bioteknologi akuakultur merupakan salah satu komponen penting bagi kemajuan akuakultur suatu bangsa.
Sejak ditemukan di China, kata Enang, perkembangan akuakultur diaplikasikan melalui teknologi induce breeding secara besar-besaran terhadap ikan Chinese carp. Indonesia harus berkaca dari keberhasilan China dengan memerankan bioteknologi untuk diterapkan bagi kemajuan industrialisasi akuakultur.
Ketua panitia acara ini, Nur Bambang Priyo Utomo juga menyampaikan betapa pentingnya bioteknologi dalam mendukung industri akuakultur. Salah satu dihelatnya acara ini adalah untuk mensosialisasikan hasil penelitian, menghimpun konsep pemikiraan dalam memanfaatkan dan mengembangkan bioteknologi akuakulutur.
"Jadi perkembangan perikanan budidaya harus dikawal. Bila tidak dikawal dengan bioteknologi, bisa membahayakan lingkungan," kata nur Bambang yang juga ahli pakan perikanan dari IPB ini.
Nur Bambang melanjutkan, simposium ini juga membahas tentang penyakit ikan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menangani masalah penyakit ikan dengan melalui "perakitan ikan" yang tahan terhadap penyakit.
"Cara perakitan ikan itu sudah disampaikan Dr Ryosuke Yazawa dari Tokyo University," jelas Nur Bambang. Perakitan ikan ini untuk menciptakan ikan yang tahan terhadap penyakit. "Perkembangan produksi ikan zebra dan perakitan udang yang tahan penyakit di Jepang bisa dijadikan model pengembangan teknologi serupa di Indonesia."
"Yaitu, air, benih, pakan, kepadatan, polikultur, rotasi, penyakit dan manajemen." Demikian disampaikan pakar perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Enang Haris, dalam Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur IV di Bogor, Jawa Barat, Kamis 17 Oktober 2012.
Menurut mantan Dekan Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan IPB itu, bioteknologi akuakultur merupakan salah satu komponen penting bagi kemajuan akuakultur suatu bangsa.
Sejak ditemukan di China, kata Enang, perkembangan akuakultur diaplikasikan melalui teknologi induce breeding secara besar-besaran terhadap ikan Chinese carp. Indonesia harus berkaca dari keberhasilan China dengan memerankan bioteknologi untuk diterapkan bagi kemajuan industrialisasi akuakultur.
Ketua panitia acara ini, Nur Bambang Priyo Utomo juga menyampaikan betapa pentingnya bioteknologi dalam mendukung industri akuakultur. Salah satu dihelatnya acara ini adalah untuk mensosialisasikan hasil penelitian, menghimpun konsep pemikiraan dalam memanfaatkan dan mengembangkan bioteknologi akuakulutur.
"Jadi perkembangan perikanan budidaya harus dikawal. Bila tidak dikawal dengan bioteknologi, bisa membahayakan lingkungan," kata nur Bambang yang juga ahli pakan perikanan dari IPB ini.
Nur Bambang melanjutkan, simposium ini juga membahas tentang penyakit ikan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menangani masalah penyakit ikan dengan melalui "perakitan ikan" yang tahan terhadap penyakit.
"Cara perakitan ikan itu sudah disampaikan Dr Ryosuke Yazawa dari Tokyo University," jelas Nur Bambang. Perakitan ikan ini untuk menciptakan ikan yang tahan terhadap penyakit. "Perkembangan produksi ikan zebra dan perakitan udang yang tahan penyakit di Jepang bisa dijadikan model pengembangan teknologi serupa di Indonesia."