Anatolia |
Studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science pada Kamis
(23/8/2012) mengungkap bahwa Turki ternyata merupakan tempat kelahiran
ratusan bahasa yang tergabung dalam rumpun bahasa Indo-Eropa.
Quentin Atkinson, pakar psikologi evolusi dari University of Auckland, dan rekannya melakukan studi dengan cara menganalisis kosakata dan geografis dari 103 bahasa dalam rumpun Indo-Eropa dengan pemodelan komputer.
Pendekatan yang dipakai dalam riset mirip dengan studi pandemi yang disebabkan virus. Sampel virus dari beragam tempat dikoleksi, DNA dianalisis dan dipetakan hingga bisa diketahui mutasi genetik yang ada.
"Begitu mendapatkan silsilah keluarga, mereka bisa melacak ke belakang cabang pohon silsilah itu sampai ke asal-muasalnya. Apa yang kami lakukan adalah pendekatan yang sama yang diaplikasikan pada bahasa," kata Atkonson seperti dikutip AP kemarin.
Atkinson mulai menganalisis cognates, kata yang secara jelas memiliki asal-usul yang sama. Salah satu kata yang dianalisis ialah "mother" atau "ibu" dalam bahasa Indonesia. Kata yang mirip ialah "mutter" (Jerman), "mat" (Rusia), dan "madar" (Persia).
Analisis komputer memampukan ilmuwan mengetahui bagaimana moyang bahasa menyebar serta berevolusi menjadi bahasa yang berbeda dan memisah. Dapat diketahui pula wilayah tempat bahasa berasal dan memisah serta waktu pemisahan.
Hasil analisis seperti diberitakan New York Times menunjukkan bahwa bahasa Indo-Eropa berasal dari bahasa proto-Indo-Eropa yang lahir di Anatolia, wilayah yang kini berada di selatan Turki.
Selama ini, ada dua teori yang menjelaskan perkembangan bahasa Indo-Eropa. Teori pertama mengungkapkan, bahasa itu dibawa oleh kaum nomaden berdua pada zaman perunggu yang melewati Ukraina sekitar 5.000-6.000 tahun lalu. Teori kedua menyatakan, bahasa itu lahir dari kebudayaan pertanian di Turki 8.000-9.500 tahun lalu.
Penemuan baru ini mendukung ilmuwan yang berpandangan bahwa bahasa Indo-Eropa berakar di Turki. Beberapa kalangan juga menganggap bahwa penemuan ini mengakhiri perdebatan pendukung dua teori yang ada.
Namun, tak semuanya puas.
Victor Mair, pakar bahasa China dari University of Pennsylvania, mengatakan, "Ada banyak hasil penelitian di makalah ini yang tidak berdasar."
Menurut Mair, analisis Atkinson hanya didasarkan pada lompatan logika bagaimana bahasa berubah dan berdifusi. Sementara pandangan lain yang mengatakan bahwa bahasa Indo-Eropa menyebar lewat kaum nomaden memiliki bukti arkeologis.
Quentin Atkinson, pakar psikologi evolusi dari University of Auckland, dan rekannya melakukan studi dengan cara menganalisis kosakata dan geografis dari 103 bahasa dalam rumpun Indo-Eropa dengan pemodelan komputer.
Pendekatan yang dipakai dalam riset mirip dengan studi pandemi yang disebabkan virus. Sampel virus dari beragam tempat dikoleksi, DNA dianalisis dan dipetakan hingga bisa diketahui mutasi genetik yang ada.
"Begitu mendapatkan silsilah keluarga, mereka bisa melacak ke belakang cabang pohon silsilah itu sampai ke asal-muasalnya. Apa yang kami lakukan adalah pendekatan yang sama yang diaplikasikan pada bahasa," kata Atkonson seperti dikutip AP kemarin.
Atkinson mulai menganalisis cognates, kata yang secara jelas memiliki asal-usul yang sama. Salah satu kata yang dianalisis ialah "mother" atau "ibu" dalam bahasa Indonesia. Kata yang mirip ialah "mutter" (Jerman), "mat" (Rusia), dan "madar" (Persia).
Analisis komputer memampukan ilmuwan mengetahui bagaimana moyang bahasa menyebar serta berevolusi menjadi bahasa yang berbeda dan memisah. Dapat diketahui pula wilayah tempat bahasa berasal dan memisah serta waktu pemisahan.
Hasil analisis seperti diberitakan New York Times menunjukkan bahwa bahasa Indo-Eropa berasal dari bahasa proto-Indo-Eropa yang lahir di Anatolia, wilayah yang kini berada di selatan Turki.
Selama ini, ada dua teori yang menjelaskan perkembangan bahasa Indo-Eropa. Teori pertama mengungkapkan, bahasa itu dibawa oleh kaum nomaden berdua pada zaman perunggu yang melewati Ukraina sekitar 5.000-6.000 tahun lalu. Teori kedua menyatakan, bahasa itu lahir dari kebudayaan pertanian di Turki 8.000-9.500 tahun lalu.
Penemuan baru ini mendukung ilmuwan yang berpandangan bahwa bahasa Indo-Eropa berakar di Turki. Beberapa kalangan juga menganggap bahwa penemuan ini mengakhiri perdebatan pendukung dua teori yang ada.
Namun, tak semuanya puas.
Victor Mair, pakar bahasa China dari University of Pennsylvania, mengatakan, "Ada banyak hasil penelitian di makalah ini yang tidak berdasar."
Menurut Mair, analisis Atkinson hanya didasarkan pada lompatan logika bagaimana bahasa berubah dan berdifusi. Sementara pandangan lain yang mengatakan bahwa bahasa Indo-Eropa menyebar lewat kaum nomaden memiliki bukti arkeologis.