Sisa puing tsunami jepang |
Sebuah
tsunami kuno pernah terjadi di Danau Swiss, dipicu oleh longsor Alpine.
Temuan para ilmuwan ini menunjukkan kota-kota di pinggir danau mungkin
menghadapi risiko bencana, yang umumnya dikaitkan dengan lautan.
Tsunami adalah gelombang monster yang tingginya bisa mencapai lebih dari 30 meter. Biasanya ia dipicu oleh gempa bumi, namun tanah longsor juga bisa jadi faktor penyebab, khususnya di lembah-lembah yang berada di bawah permukaan laut. Jadi, wilayah yang terkurung di daratan pun dimungkinkan diterjang gelombang gergasi, jika danau di dekatnya dihantam material longsor dahsyat atau sisi gunung yang ambrol.
Tsunami adalah gelombang monster yang tingginya bisa mencapai lebih dari 30 meter. Biasanya ia dipicu oleh gempa bumi, namun tanah longsor juga bisa jadi faktor penyebab, khususnya di lembah-lembah yang berada di bawah permukaan laut. Jadi, wilayah yang terkurung di daratan pun dimungkinkan diterjang gelombang gergasi, jika danau di dekatnya dihantam material longsor dahsyat atau sisi gunung yang ambrol.
"Orang-orang berpikir,
yang berisiko tsunami adalah mereka yang tinggal di pinggir pantai atau
di wilayah yang tidak jauh dari aktivitas seismik besar," kata peneliti,
Guy Simpson, geolog dari University of Geneva. "Kami punya contoh yang
bertolak belakang dengan itu."
Para ilmuwan menganalisi Danau Jenewa (Lake Geneva) di Swiss. Di mana lebih dari 1 juta orang tinggal di tepiannya, 200.000 di antaranya berada di wilayah Jenewa, kota terpadat kedua di negara itu.
Pada tahun 563 Masehi, batu raksasa yang berada di pegunungan berjarak 70 kilometer dari Jenewa, menurut dua catatan sejarah -- satu dari Gregory of Tours, lainnya dari Marius, uskup Avenches -- peristiwa jatuhnya batu, yang disebut sebagai Tauredunum terjadi titik di mana Sungai Rhone memasuki Danau Jenewa. Batu-batu itu menjatuhi beberapa desa di sana.
Bencana kemudian berlanjut, jatuhnya batu-batu itu memicu tsunami di Danau Jenewa yang memporakporandakan apapun di pinggir danau, merusak desa, menghancurkan jembatan dan pabrik, bahkan meruntuhkan tembok kota Jenewa, menewaskan sejumlah orang di dalamnya.
Untuk menyelidiki bencana itu, para ilmuwan meneliti bagian terdalam Danau Jenewa secara seismik. Penelitian itu mengungkap, deposit raksasa sedimen dasar danau sepanjang lebih dari 10 kilometer dan lebar 5 km, meliputi volume 250 juta meter kubik. Deposit itu memiliki kedalaman rata-rata 5 meter, makin menebal di dekat delta Rhone, menunjukkan dari mana ia berasal.
Inti sampel sedimen danau menunjukkan deposit raksasa tersebut tercipta antara 381 dan 612 Masehi, menguatkan dugaan peristiwa Turedunum.
Para peneliti mengatakan dampak jatuhnya batu pada sedimen rapuh di dekat wilayah tepi danau, menyababkan sebagian delta Rhone runtuh, lalu memicu tsunami.
Para ilmuwan memperkirakan, gelombang setinggi 8 meter mampu mencapai Jenewa dalam waktu 70 menit setelah batu itu patah, menerjang dengan kecepatan 70 kilometer per jam.
"Ia bergerak sangat cepat, lebih cepat dari kecepatan lari manusia,"kata Simpson kepada OurAmazingPlanet.
Kota yang rentan
Jenewa sangat rentan untuk bencana macam itu. Sebab, lokasinya lebih rendah dari permukaan danau, lokasinya juga berada di ujung danau yang berbentuk corong, sehingga meningkatkan ketinggian gelombang.
Seandainya tsunami terjadi hari ini, air niscaya menggenangi sebagian besar wilayah Kota Jenewa.
"Namun, untungnya Jenewa adalah lokasi terdampak terjauh saat peristiwa tersebut. Namun, untuk mereka yang tingga lebih dekat dengan danau, tsunami akan menerjang dalam waktu 10-15 menit, tak ada kesempatan untuk memberi peringatan bencana," kata Simpson.
Mengingat sedimen sungai saat ini masih terbangun di lereng delta Rhone, para peneliti mengatakan, tsunami masih bisa terjadi di Danau Jenewa di masa depan. Ia mungkin dipicu jatuhnya batu, gempa bumi, atau badai besar.
"Tsunami pernah terjadi di Danau Jenewa di masa lalu, ada kemungkinan ia kembali terjadi di masa depan," kata Simpson.
Peneliti kini sedang mengebor kedalaman sedimen Danau Jenewa, untuk menemukan petunjuk, seberapa sering tsunami terjadi, dan memperkirakan kapan bencana akan terulang.
Simpson dan para koleganya, Katrina Kremer dan Stéphanie Girardclos menjelaskan temuannya secara detil dalam jurnal online, Nature Geoscience edisi 28 Oktober 2012.
Para ilmuwan menganalisi Danau Jenewa (Lake Geneva) di Swiss. Di mana lebih dari 1 juta orang tinggal di tepiannya, 200.000 di antaranya berada di wilayah Jenewa, kota terpadat kedua di negara itu.
Pada tahun 563 Masehi, batu raksasa yang berada di pegunungan berjarak 70 kilometer dari Jenewa, menurut dua catatan sejarah -- satu dari Gregory of Tours, lainnya dari Marius, uskup Avenches -- peristiwa jatuhnya batu, yang disebut sebagai Tauredunum terjadi titik di mana Sungai Rhone memasuki Danau Jenewa. Batu-batu itu menjatuhi beberapa desa di sana.
Bencana kemudian berlanjut, jatuhnya batu-batu itu memicu tsunami di Danau Jenewa yang memporakporandakan apapun di pinggir danau, merusak desa, menghancurkan jembatan dan pabrik, bahkan meruntuhkan tembok kota Jenewa, menewaskan sejumlah orang di dalamnya.
Untuk menyelidiki bencana itu, para ilmuwan meneliti bagian terdalam Danau Jenewa secara seismik. Penelitian itu mengungkap, deposit raksasa sedimen dasar danau sepanjang lebih dari 10 kilometer dan lebar 5 km, meliputi volume 250 juta meter kubik. Deposit itu memiliki kedalaman rata-rata 5 meter, makin menebal di dekat delta Rhone, menunjukkan dari mana ia berasal.
Inti sampel sedimen danau menunjukkan deposit raksasa tersebut tercipta antara 381 dan 612 Masehi, menguatkan dugaan peristiwa Turedunum.
Para peneliti mengatakan dampak jatuhnya batu pada sedimen rapuh di dekat wilayah tepi danau, menyababkan sebagian delta Rhone runtuh, lalu memicu tsunami.
Para ilmuwan memperkirakan, gelombang setinggi 8 meter mampu mencapai Jenewa dalam waktu 70 menit setelah batu itu patah, menerjang dengan kecepatan 70 kilometer per jam.
"Ia bergerak sangat cepat, lebih cepat dari kecepatan lari manusia,"kata Simpson kepada OurAmazingPlanet.
Kota yang rentan
Jenewa sangat rentan untuk bencana macam itu. Sebab, lokasinya lebih rendah dari permukaan danau, lokasinya juga berada di ujung danau yang berbentuk corong, sehingga meningkatkan ketinggian gelombang.
Seandainya tsunami terjadi hari ini, air niscaya menggenangi sebagian besar wilayah Kota Jenewa.
"Namun, untungnya Jenewa adalah lokasi terdampak terjauh saat peristiwa tersebut. Namun, untuk mereka yang tingga lebih dekat dengan danau, tsunami akan menerjang dalam waktu 10-15 menit, tak ada kesempatan untuk memberi peringatan bencana," kata Simpson.
Mengingat sedimen sungai saat ini masih terbangun di lereng delta Rhone, para peneliti mengatakan, tsunami masih bisa terjadi di Danau Jenewa di masa depan. Ia mungkin dipicu jatuhnya batu, gempa bumi, atau badai besar.
"Tsunami pernah terjadi di Danau Jenewa di masa lalu, ada kemungkinan ia kembali terjadi di masa depan," kata Simpson.
Peneliti kini sedang mengebor kedalaman sedimen Danau Jenewa, untuk menemukan petunjuk, seberapa sering tsunami terjadi, dan memperkirakan kapan bencana akan terulang.
Simpson dan para koleganya, Katrina Kremer dan Stéphanie Girardclos menjelaskan temuannya secara detil dalam jurnal online, Nature Geoscience edisi 28 Oktober 2012.