Ketika ada cucunya yang minta dipangku, ia selalu meminta pada bocah mungil itu untuk tidak menduduki kaki kirinya.
Tak ada yang tahu alasan pastinya, hingga Ronald Brown, nama kakek itu, meninggal di usia 94 tahun, akibat infeksi dada. Ada yang masih tersisa saat jasadnya telah dikremasi. Yakni serpihan logam dengan berat total hampir 0,5 kilogram.
Setelah diusut, logam-logam itu adalah pecahan bom yang diinjak veteran perang tersebut saat bertugas di Perang Dunia II. Brown yang berasal dari Hull bergabung di pasukan East Yorkshire Regiment pada tahun 1939, di usia 21 tahun, sebagai juru mudi militer.
Pada tahun 1944, dalam sebuah pertempuran di Prancis, ia menginjak ranjau darat. Kaki kirinya dipenuhi pecahan logam berwarna kemerahan. Dalam kondisi sakit luar biasa, Brown harus merangkak dua mil demi menyelamatkan nyawanya.
Karena kondisi pelayanan medis yang primitif di area pertempuran, petugas medis kala itu menyarankan, lebih aman baginya untuk membiarkan logam-logam itu di tetap dalam kakinya, alih-alih menjalani operasi pengangkatan yang berisiko tinggi.
Waktu berlalu, ratusan fragmen logam itu telah berada selama 68 tahun di kakinya.
"Ini luar biasa karena dia tidak pernah mengeluhkan sakit," kata putri Brown, Jane Madden (55) asal Exeter. "Ayah kami sangat tabah."
Setelah perang berakhir, Brown kemudian menjadi inspektur pajak di Exeter. Sekilas ia pernah menceritakan soal tragedi yang menimpanya dan hanya menyebut, insiden itu menyebabkan "kondisi lututnya buruk".
"Ayah saya mengatakan ada peluru tertinggal dalam kakinya. Saya pikir hanya satu logam saja," kata Jane.
Ketika jasad Brown sudah diperabukan, keluarganya mempertanyakan keberadaan peluru di kaki mendiang pada pihak krematorium. "Kami kaget karena petugas krematorium menyerahkan plastik penuh besi." Besi-besi mengerikan itu ada di antara abu jenazahnya.
Sementara, salah satu dari lima cucu Brown, Holly Madden (25) mengaku, kakeknya jarang bicara soal perang. "Saat hendak bepergian ke Australia dan Amerika, alat pemindai tubuh selalu berbunyi saat kakek melewatinya. Kami pikir, itu karena peluru di lututnya, namun saat direktur pemakaman menyerahkan plastik berisi pecahan logam, kami terkejut mengetahui jumlahnya," kata dia.
"Potongan logam itu memberi gambaran betapa mengerikannya perang yang dialami kakek."
Dia menambahkan, logam-logam tersebut adalah kenang-kenangan pahit, sekaligus manis. "Sebab, itu adalah simbol pengalaman berharga dalam hidupnya. Luar biasa mengingat bagaimana kakek masih bisa bergerak dengan kondisi lutut seperti itu sekian lama," kata Holly. "Ia berjalan normal, seorang pria aktif."
Selain pecahan ranjau darat, kakeknya hanya menyimpan kenang-kenangan berupa jurnal pengalamannya selama perang. Berisi klaim bagaimana mengenalkan enaknya telur dan keripik ke masyarakat Prancis kala itu. Tentang pasukan berjumlah 900 orang yang hanya tersisa 29, saat pulang dari garis depan.
Namun, seperti halnya tentara lawas yang menghadapi medan perang ganas, ia tidak cengeng. (sj)
Tak ada yang tahu alasan pastinya, hingga Ronald Brown, nama kakek itu, meninggal di usia 94 tahun, akibat infeksi dada. Ada yang masih tersisa saat jasadnya telah dikremasi. Yakni serpihan logam dengan berat total hampir 0,5 kilogram.
Setelah diusut, logam-logam itu adalah pecahan bom yang diinjak veteran perang tersebut saat bertugas di Perang Dunia II. Brown yang berasal dari Hull bergabung di pasukan East Yorkshire Regiment pada tahun 1939, di usia 21 tahun, sebagai juru mudi militer.
Pada tahun 1944, dalam sebuah pertempuran di Prancis, ia menginjak ranjau darat. Kaki kirinya dipenuhi pecahan logam berwarna kemerahan. Dalam kondisi sakit luar biasa, Brown harus merangkak dua mil demi menyelamatkan nyawanya.
Karena kondisi pelayanan medis yang primitif di area pertempuran, petugas medis kala itu menyarankan, lebih aman baginya untuk membiarkan logam-logam itu di tetap dalam kakinya, alih-alih menjalani operasi pengangkatan yang berisiko tinggi.
Waktu berlalu, ratusan fragmen logam itu telah berada selama 68 tahun di kakinya.
"Ini luar biasa karena dia tidak pernah mengeluhkan sakit," kata putri Brown, Jane Madden (55) asal Exeter. "Ayah kami sangat tabah."
Setelah perang berakhir, Brown kemudian menjadi inspektur pajak di Exeter. Sekilas ia pernah menceritakan soal tragedi yang menimpanya dan hanya menyebut, insiden itu menyebabkan "kondisi lututnya buruk".
"Ayah saya mengatakan ada peluru tertinggal dalam kakinya. Saya pikir hanya satu logam saja," kata Jane.
Ketika jasad Brown sudah diperabukan, keluarganya mempertanyakan keberadaan peluru di kaki mendiang pada pihak krematorium. "Kami kaget karena petugas krematorium menyerahkan plastik penuh besi." Besi-besi mengerikan itu ada di antara abu jenazahnya.
Sementara, salah satu dari lima cucu Brown, Holly Madden (25) mengaku, kakeknya jarang bicara soal perang. "Saat hendak bepergian ke Australia dan Amerika, alat pemindai tubuh selalu berbunyi saat kakek melewatinya. Kami pikir, itu karena peluru di lututnya, namun saat direktur pemakaman menyerahkan plastik berisi pecahan logam, kami terkejut mengetahui jumlahnya," kata dia.
"Potongan logam itu memberi gambaran betapa mengerikannya perang yang dialami kakek."
Dia menambahkan, logam-logam tersebut adalah kenang-kenangan pahit, sekaligus manis. "Sebab, itu adalah simbol pengalaman berharga dalam hidupnya. Luar biasa mengingat bagaimana kakek masih bisa bergerak dengan kondisi lutut seperti itu sekian lama," kata Holly. "Ia berjalan normal, seorang pria aktif."
Selain pecahan ranjau darat, kakeknya hanya menyimpan kenang-kenangan berupa jurnal pengalamannya selama perang. Berisi klaim bagaimana mengenalkan enaknya telur dan keripik ke masyarakat Prancis kala itu. Tentang pasukan berjumlah 900 orang yang hanya tersisa 29, saat pulang dari garis depan.
Namun, seperti halnya tentara lawas yang menghadapi medan perang ganas, ia tidak cengeng. (sj)
Sumber: Daily Mail, Telegraph